Kisah Para Petugas Pendorong Troli (TROLLEY BOY)
Menjadi trolley boy (petugas pendorong troli) mungkin bukan pekerjaan idaman. Namun, ada sekelumit kisah menarik dari para pelakunya.
Satu deret troli disusun memanjang dan berdempetan. Tepat di ujung deretan tersebut, berdiri laki-laki berusia sekitar 20 tahun yang tengah mendorong pegangan troli. Sepenuh tenaga, didorongnya troli di hadapannya hingga bergerak maju. Hanya beberapa langkah, ia berganti memutar pegangan troli ke samping kiri. Sekonyong-konyong, troli paling depan berkelok ke arah kanan, berlawanan dengan putaran si pendorong. Tak berselang lama, deretan troli tersebut telah menyentuh tangga eskalator, bergerak menurun mengikuti laju tangga berjalan tersebut.
Itulah gambaran para trolley boy (petugas pendorong troli) saat ditemui Batam Pos di beberapa mal di Batam. Heri, 23, salah satunya. Ia telah menekuni profesi ini sejak 2 tahun lalu. Saat ini, posisi Heri telah naik ke tingkat koordinator trolley boy di salah satu mal di Nagoya. Ia mengaku tetap bersyukur meskipun hanya menjadi petugas troli. “Daripada gak ada kerjaan, lagian gak capek-capek banget kok,” ujar Heri sembari mendekati troli yang baru ditinggalkan pemakainya.
Guna memudahkan pengumpulan troli, jelas Heri, biasanya ia membagi wilayah kerja para trolley boy ke beberapa pintu masuk mal. Namun, ia juga menggandeng sekuriti ketika beberapa petugas troli jeda untuk istirahat. “Mereka kan punya walkie-talkie, jadi sekuriti di pintu sana bisa kasih tahu sekuriti sini kalau ada troli. Sekuriti sini yang ngasih tahu kami,” paparnya.
Menurut Heri, ada saat-saat tertentu dimana ia harus bekerja ekstra. Biasanya, itu terjadi saat pengunjung yang berbelanja memadati tempatnya bekerja. “Pas tanggal muda atau akhir pekan, itu pengunjung banyak banget, bahkan sampai mau tutup kami masih ngumpulin banyak troli,” katanya.
Sementara, Andi, 25, petugas troli lain di salah satu mal di Batam Center mengatakan pernah mengalami kejadian yang membuatnya merasa tak nyaman. Saat itu, kenang Andi, pengunjung tengah memenuhi pusat belanja tempatnya bekerja. Troli yang dibawa pengunjung telah berserakan di depan pintu masuk mal.
Melihat itu, ia bergegas mengumpulkan dan menyusun troli-troli tersebut. Sayangnya, tak ada petugas troli lain yang membantunya. “Saya susun panjang, terus saya dorong semampunya, malah nabrak ibu-ibu yang bawa belanjaan banyak. Aduh, itu gak enaknya,” ucapnya sambil geleng-geleng kepala.
Sejak saat itu, Andi mengaku lebih hati-hati saat mendorong troli. Kalaupun tak bisa mendorong sendirian, biasanya ia meminta teman untuk membantunya. “Daripada kejadian kayak gitu lagi, takut juga (terkena sanksi-red),” katanya.
Lain lagi cerita yang diungkap Ardi, 25, petugas troli di Nagoya. Menurutnya, pekerjaan yang ia lakoni sekarang memang tidak sulit. Bahkan, ia merasa senang telah memiliki pekerjaan. Namun, kata Ardi, ia mengaku sedih lantaran tidak ada perlindungan dan jaminan kesehatan kerja atas profesinya. “Beberapa waktu lalu anak saya sakit dan meninggal, tapi gak ada bantuan apapun,” keluhnya.
Kendati demikian, Ardi bertekad untuk tetap menjalani pekerjaanya tersebut. “Bagaimana lagi, ini pekerjaan saya, ya akan saya kerjakan sebaik-baiknya,” pungkasnya.
0 comments: